Sunday, August 17, 2014

Mengasihi Sesama yang Berbeda


Hai semua...
Karena ini tulisan pertamaku di sini mari kita berkenalan terlebih dahulu. Namaku Obed dan bersama dengan para penulis di sini, kami adalah orang-orang yang memiliki keterbebanan untuk membina kaum remaja. Kami secara khusus melayani di Komisi Remaja GKI Ngupasan Yogyakarta.

"Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." - Matius 22:39 TB

Pada kali ini aku akan share mengenai makna sesama yang tertera di ayat di atas ini. Remaja biasanya merupakan kalangan yang memiliki pertemanan yang kuat satu dengan lain. Bahkan rela berkorban demi teman terdekatnya. Masa dimana kita punya banyak teman dan sahabat juga biasanya terletak pada usia remaja. Karena begitu kuatnya pertemanan di antara remaja seringkali mereka membentuk lingkaran-lingkaran yang membatasi pertemanan mereka. Salahkah? Memiliki teman-teman terdekat yang dapat membuat hidup kita makin baik tentunya adalah hal yang sangat baik. Merasa nyaman terhadap orang-orang yang memiliki hobi sama tentunya sangat membangun. Namun bagaimana dengan mereka yang mungkin bagi kita "Berbeda"?

Pernahkah mendengar ABK? Anak Berkebutuhan Khusus. Mereka merupakan orang-orang yang secara mental atau fisik tidak sama dengan kita.  Orang-orang yang memiliki kekurangan dalam fisik seperti kaki maupun tangan masih mendapatkan teman dan komunitas. Masih banyak orang yang mau peduli dengan mereka. Bagaimana dengan remaja yang memiliki kebutuhan karena mental mereka?

Dalam melayani sebagai pembimbing, aku menyadari bahwa Tuhan mengajarkan banyak hal mengenai ini. Baik di sekolah maupun di gereja ada orang-orang yang dikategorikan demikian. Dulu ketika aku sebagai remaja, sikapku? cuek ajalah. Ya sekali-kali memberi perhatian namun ketika ada teman lain yang lebih asik pastinya aku memilih pergi bersama teman-temanku. Bahkan ga jarang aku ikut mengolok-olok demi kesenangan bersama dengan teman yang lain.  Tapi ketika menjadi pembimbing, ada tuntutan yang akhirnya mendewasakanku. Ketika remaja lain menjauhi, siapa yang harus menemani mereka?

Hal yang dirasakan ketika menemani mereka, terus terang capek lho. Mendengarkan cerita mereka dengan susah payah karena kalimat yang tidak teratur. Bahkan ga jarang ditengah cerita dia bisa mencampur 3-4 cerita sekaligus. Atau mendapatkan pertanyaan tentang hal yang sama berulang-ulang kali?

Namun ketika kita membaca ayat di atas dan juga merenungkan perumpamaan tentang orang samaria yang baik hati, muncullah pertanyaan:

Mereka Sesama kita bukan sih?

Apasih yang membuat kita terkadang tidak mau menerima mereka dalam hidup kita?
1. Kita menganggap diri kita lebih dari mereka
Kita menganggap mereka orang yang ga selevel dengan kita. Kita merasa diri kita normal dan mereka tidak. Namun apakah demikian? Kita sadari atau tidak, setiap kita manusia yang tidak sempurna, oleh karena itu setiap dari kita tergolong Anak Berkebutuhan Khusus. Baik kita yang mudah marah, baik kita yang suka ngrasani orang, atau kita yang berganti-ganti pacar untuk memenuhi kebutuhan kita, setiap kita yang berbuat curang untuk mendapatkan hal baik. Kalau kita introspeksi diri kita, maka kita akan menemukan kekurangan diri kita dan kita tidak lebih dari mereka. Bahkan terkadang di dalam keterbatasan mereka justru tidak jarang kita melihat nilai-nilai hidup yang lebih dari kita. Jadi mari berhenti menggangap kita lebih baik dari mereka buat kita yang masih demikian.

2. Menerima mereka berarti keluar dari zona nyaman
  • Ketika kita menerima mereka, berarti kita harus bersabar ketika mereka tidak paham apa yang kita bicarakan.
  • Menerima mereka berarti kita berkorban waktu. Ketika mereka menceritakan hal yang sama berulang-ulang dan seringkali kita tidak sabar karena kita merasa itu membuang waktu kita. 
  • Menerima mereka berarti kita harus berkorban materi yang lebih. Ketika kita pergi bersama-sama dengan dia dan dia sendiri tidak menyadari ketika dalam acara ini dia harus ikut urunan dan dia tidak membawa apa-apa, maka kita yang harus bersama-sama mensupport. 
  • Menerima mereka berarti kita harus menanggung malu bersama. Ketika dia melakukan hal yang memalukan di depan kita, seringkali kita ingin untuk pergi dari dia supaya kita ga ikut malu.  Kita takut orang lain merasa kita sama seperti dia.
Bagaimana caranya supaya kita dapat menerima dia?

"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Filipi 2:5-8
 
Apalah arti kita manusia dari sudut pandang Yesus. Seberapa berbedakah kita dari sesama kita dibandingkan perbedaan kita manusia dengan Kristus Yesus? Bahkan Yesus dalam kesetaraannya dengan tidak menganggap itu sebagai sesuatu yang harus dipertahankan. 
Jika Yesus saja melakukannya alasan apalagi yang kita pakai untuk tidak melakukannya? 
Jika bukan kita remaja Kristen yang melakukannya siapa lagi yang harus memulai?

Wednesday, August 13, 2014

Mengalami Tuhan lewat Berorganisasi

Halo sobat remaja :) 
Kali ini aku mau berbagi tentang dunia organisasi. 

Aku coba ingat-ingat lagi apa yang dulu terbayang saat remaja ketika mendengar kata organisasi. Organisasi itu ribet. Males ah ikut organisasi. Buang waktu, mending waktunya buat yang lain. 

Akhir-akhir ini ketika aku ada di posisi pembimbing, sering juga denger komentar orang tua tentang kepengurusan dan organisasi. "Udh yang penting studi. Nilainya baik. Ga usah buang waktu ikut organisasi"

Mungkin gambaran ini masih banyak muncul. Nah sebenarnya organisasi tu kayak apa sih? 

Pernah ikut outbond? Pernah disuruh bikin yel-yel di kelompok masing-masing? Nah itu gambaran kecil organisasi. Satu kelompok isinya mungkin 5-10 orang. Ketika diminta membuat yel-yel, apa yang harus dilakukan? Siapa yang memimpin? Siapa yang akan memulai memunculkan ide? Siapa yang akan mengatur teman satu tim? Siapa yang memberikan feedback atau komentar kalau yel-yel nya masih kurang kompak dan kurang semangat? Tentu ga dengan sendirinya yel-yel itu tercipta dan satu kelompok bisa melakukan dengan semangat.

Maka dari itu sekurang-kurangnya akan muncul atau ditentukan pemimpin kelompok. Kurang lebih dia yang akan memimpin diskusi ide. Mendorong teman-teman yang punya ide untuk ngomong. Kalau ternyata semua malu-malu, ya dia yang harus mulai ga tahu malu untuk share ide. Jelek ga masalah, setidaknya orang lain mulai tergerak. Kemudian ketika udah pada sepakat sama satu ide. Pemimpin ini seharusnya menjelaskan bagian yang harus dilakukan oleh tiap anggotanya. Kamu nanti bilang ini ya, kamu teriak ini, kamu nanti geraknya gini, kita ntar posisinya gini ya. Setelah tahu apa yang dilakukan tugas pemimpin belum selesaj juga. Dia masih harus memimpin latihannya. Ayo coba. Begitu selesai di kasi masukan ke anggotanya. Kurang gini nih. Juga apresiasi, wah km sip banget. Lanjutkan dengan latian kedua, ketiga dan seterusnya. 

Nah itu contoh kecil dari organize sekelompok orang. 

Mungkin banyak yang merasa malu, ga enakan untuk ngatur temennya, atau takut berpendapat, tapi ini smua dapat dipelajari. Organisasi lebih banyak berbicara tentang social skill. Gimana kita komunikasi sama orang. 

Kalau di komisi remaja, siapa sih yang akan organize? Mereka adalah pengurus dan pembimbingnya. Mereka akan mengatur siapa yang menjadi WL, siapa yang jadi singer, pemusik, menghubungi pembicara jauh hari untuk berkotbah. Lebih lagi juga mengadakan event khusus yang berbeda dari ibadah biasa. 

Itu semua proses belajar. Kelak di dunia kerja, atau setidaknya dalam keluarga sendiri kita harus bisa organize orang walaupun pada batas tertentu. 

So jangan takut sama organisasi. 

Terus serunya organisasi ada hubungannya sama Tuhan ga? Ada dong. Banyak :) 
Tunggu post kedua.

Thursday, August 7, 2014

Memulai Pelayanan Musik

Aku berlatarbelakang belajar musik di suatu kursus. Alat yang aku tekuni adalah keyboard. Di sebuah kursus tentunya yang aku pelajari cukup detil, tangga nada, teori musik, cara baca not balok, posisi jari dan lainnya. 

Ketika ak sudah sering pelayanan musik, ak diminta untuk mengajari musik. Tentu yang ak bayangkan adalah memberikan kepada yg diajar, persis gimana dulu aku belajar musik. 

Sudah sekitar dua tahun aku mencoba mengajari musik. Hasilnya mungkin ga terlalu kelihatan. Hanya beberapa yang sudah bisa menjadi sedikit lebih baik. 

Padahal pertanyaan yang harus dijawab adalah, gimana sih memberi wadah supaya anak-anak remaja dengan latar belakang tidak belajar musik, dapat memiliki kesempatan untuk pelayanan dibidang musik?

Sering kali orang berpikir sama seperti aku. Bahwa untuk pelayanan musik itu orang harus punya pengetahuan dan skill yang cukup tinggi. 

Padahal sebenarnya ga. Musik itu sesuatu yang bisa dinikmati. Pembelajarannya tidak harus serumit itu. Selain itu pelayanan musik di greja bisa dibuat sangat sederhana. 

Pagi ini aku kembali ingat dengan ide setahun lalu. Daripada mengadakan pelatihan musik intens untuk 2-3 orang, kenapa ga buka jam session untuk banyak orang. 

Pasti pertanyaan yang muncul adalah, trus gmn ngajari orng sebanyak itu? Apa efektif? 

Sebenarnya yg penting adalah membangun rasa percaya diri dan motivasi untuk memulai pelayanan. Masalah skill, nanti nya akan berkembang seiring pelayanan musik dilakukan. 

Lalu, bentuk pelatihannya seperti apa? 

Yang namanya jam session cukup sederhana. Main aja 2 chord misal C kemudian F dan diulang terus menerus. Buat para peserta menikmati, wah aku sudah ngrasain main band. 

Begitu ada yang sudah cukup percaya diri dan berminat pelayanan, dampingi lebih lanjut ketika dia pelayanan. Bantu bikin intro ending dll. 

Tentu jangan dituntut untuk main dgn aransemen yang amazing. No! Jangan. Biarkan musik simple yg sudah membantu orang untuk bisa menyanyi memuji Tuhan.

Pelayanan musik d greja jauh beda dgn bermain musik di suatu konser. Orang ga perlu liat skillmu sperti apa krna kita akan main musik untuk membantu orang dalam beribadah. Tuhan yang dipandang, bukan kita. 

Harapannya dgn bentuk ini, lebih banyak orang yang mau terlibat pelayanan.